Tuesday, March 10, 2009

Mematung Rojali (1)



Mematung Rojali. Demi tigapuluh ribu rupiah setiap hari. Kutepiskan debu, panas terik, air hujan, dan cercaan pengguna jalan, demi perut istri dan diri sendiri yang tidak pernah bisa diajak kompromi.

border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311570055130860818" />

Panggil aku Rojali. Aku selalu bersyukur karena masih bisa hidup walau dengan cara yang seperti ini. Walau istriku mungkin tak setuju, tetapi ia tidak pernah melarangku. Karena ia adalah seorang istri yang setia yang yang mau menerima kulit hitamku setelah dipanggang terik matahari dan tetap memelukku setelah badanku basah karena dihajar air hujan sepanjang jalan.




Aku selalu menghormati makanan istriku, seperti ia menghormati diriku. Itu sebabnya kau tidak akan pernah melihatkan menyentuh makanan warung di pinggir jalan, karena aku selalu menyediakan ruang dalam lambungku hanya untuk makanan yang dibuat istriku, walau untuk itu aku harus menahan laparku hingga pukul delapan malam, sejak aku keluar rumah pukul delapan pagi hanya berteman sebotol air mineral.

border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311570040348700930" />

(bersambung)

No comments: